With a deadlock

8:58 pm

 

Valley of Fire, Everton, NV. Credit: Pinterest



Apakah di setiap manusia berjalan akan selalu bertemu dengan persimpangan? Apakah jalan seseorang selalu bercabang? 

Pada dasarnya, tidak ada jalan yang benar-benar lurus. Ada titik dimana jalan itu akan terpecah menjadi pertigaan, perempatan, perlimaan, dan per-per yang lain. Kecuali, ada di antara kalian berkunjung ke Valley of Fire di Overton. Kamu hanya perlu berjalan lurus. Eh, bukankah memang jalannya seperti itu? 

Dan, bagaimana jika... begini.

Persimpangan dan percabangan jalan sebenarnya hanya ilusi saja. Semisal, aku telah memilih untuk berjalan lurus, apakah aku masih tetap menganggap bahwa jalan itu mempunyai cabang? Bisa jadi, tidak. Berarti, ada alasan dalam diri kita yang menganggap bahwa persimpangan itu ada. Ya kan?

Kenapa kita perlu repot untuk berhenti di persimpangan dan berpikir sejenak untuk mengambil jalan kembali? Ketika telah memutuskan untuk memulai berjalan, harusnya otak kita tidak perlu memikirkan ulang saat dihadapkan dengan percabangan. Setidak terencananya sebuah perjalanan, kita tidak lagi membutuhkan guide--yang harus digunakan sepanjang perjalanan. Toh di otak kita sudah terancap tujuan awal.

Jadi, ketika di depan mata ada jalan yang bercabang kan tinggal lurus saja, apa susahnya?

 
Ya susah.

 
Tidak sedikit rencana yang berubah di tengah jalan. Ada orang yang kekeuh bahwa guide itu perlu. Katanya sebagai panduan. Kan perjalanan yang sudah terencana itu enak. Tapi ada pula yang tidak. Kalau sudah menetapkan tujuan, tapi di tengah jalan ada alternatif yang mempercepat, ya kenapa nggak diambil? Justru lebih enak. Makanya, bagi banyak orang planning itu perlu banget. 

Tapi begini. Mau lewat jalan yang biasanya atau yang lebih cepat itu pilihan masing-masing, kan. Nggak jarang, jalan tercepat justru jalannya lebih ruwet? Aku dulu pernah mau ke terminal, sudah pakai maps nih. Eh, di tengah-tengah muncul jalan yang lebih cepat. Ambil nggak? Ya ambil lah. Lah ternyata jalannya itu masuk ke gang-gang kecil perumahan warga. Ribet toh? Tapi nggak ada jaminan juga jalan yang lebih umum itu lebih enak. Banyak kendalanya. Realitasnya macet, banyak yang tujuannya sama dengan kita; lampu merah berkali-kali, sabar, kalau diterobos malah melukai diri sendiri; atau ternyata jalannya lancar aman terkendali, ya alhamdulillah toh.

Ya intinya nggak ada yang akan tahu apa yang bakal dihadapi di tengah jalan. Ya kalau permasalahan kayak tadi nggak jadi masalah, kan ujung-ujungnya bakal sampai di tempat tujuan. Tapi kalau dihadapkan dengan percabangan jalan yang kita nggak tahu harus ambil yang mana, kan bingung. Makanya itu ada yang dinamakan dengan unexpected journey.

Kalau mau ambil percabangan jalan lain juga nggak masalah. Siapa tahu di sana menyediakan tempat singgah yang lebih menarik. Tapi nggak ada bisa menjanjikan juga. Kalau mau ambil, ya silahkan. Kan resiko ditanggung penumpang. Biasanya akan ada jalan putar balik, tapi ya nggak semua jalan ada. Nah terus gimana?

Ya udah, ikuti aja jalannya.

Setiap jalan akan mempunyai ujung.

Kayak tadi, ada dimana jalan yang berbeda bakal ketemu di titik akhirnya. Kalau ragu ambil jalan lain, ya pikir-pikir dulu lah. Tapi kalau sudah mantab, di gas aja.

Ada quotes dari Bapak Mandela, "May your choices is reflect your hopes not your fears," katanya.

Jadi, tentukan sendiri. Setiap orang punya jalannya masing-masing.

You Might Also Like

0 komentar