Instagram Twitter LinkedIn

Alohomora !

by Alvinia Yuliareza Gutomo

    • Home
    • Profile
    • Categories
    • Contact
    -some infinites are bigger than the other infinites-

    Terima kasih telah datang ke mimpiku karena memikirkanku sebelum kau tidur. Aku tahu di dunia yang sesungguhnya, tak ada waktu bagi kita untuk berkata. Waktu yang diberikan pada kita hanyalah cukup untuk saling bertatap. Aku menatap matamu dan kau menatap mataku. Ah! Rasanya di sekelilingku seraya berhenti.

    Aku lupa tepatnya kapan kita mulai saling mengenal karena menurutku tanggal, bulan, tahun, dan pukul tidaklah kita perlukan jika ingin saling mengenal. Bisa saja berbicara tanpa kita sadar dan kita tidak bisa mengendalikannya. Mengendalikan rasa yang tiba-tiba muncul. Tak hanya aku, tapi kau juga.

    Jangan mengelak, aku tahu ketika kita saling bertatap.

    Aku tidak mengerti, kau bilang insan yang saling sayang tak mesti bersama. Tetapi kau bilang betapa indahnya jika kita berdua. Aku masih ingat ketika tanganmu melingkar di pundak dan pinggangku. Hanya sekali, selebihnya kau melingkarkan jemarimu di sela-sela jariku. Karena katamu, "Biar mudah mengajakmu berlari."

    Hmm ayolah, kapan hal itu bisa terjadi?

    Padahal aku selalu siap mengeratkan jemariku kapanpun saat kau mulai melangkahkan kakimu. Aku selalu siap tersenyum saat kau menoleh kepadaku. Aku selalu siap tertawa saat kau melakukan hal-hal bodoh.

    Hmm ayolah, aku sudah siap bahkan sebelum kau mengajakku.

    Tapi, kau selalu bilang kita tak perlu terikat pada kata atau kalimat yang menandakan sebuah hubungan. Karena katamu kita lebih leluasa jika tak ada hal-hal seperti itu.

    Hmm ayolah, menurutku itu sesuatu yang penting.

    Aku ingin kita saling berucap kata-kata recehan yang kita dengar di sekeliling kita. Aku ingin kita melakukan hal-hal yang kita lihat di sekeliling kita. Aku tidak memohon karena aku tahu kau pun juga ingin.

    Jangan mengelak, aku tahu ketika saling bertatap.

    Aku ingin, kau juga ingin. Lalu kapan? Kapan kau akan berucap?

    Apa? Semalam?

    Semalam kita tidak bertemu. Semalam kau tidak melingkarkan tanganmu pada pundak atau pinggangku. Semalam kau dan aku berhenti bertatap. Lalu semalam mana yang kau maksud?

    Apa semalam ketika kau datang di mimpiku?
    Continue Reading


    20 Desember 2015


    Dia seorang gadis dan mempunyai pasangan berjenis kelamin laki-laki. Dia seorang gadis yang keras kepala dan plin-plan.

    -Kasihan laki-lakinya, harus menuruti segala keinginannya.

    Dia seorang gadis yang ingin terus bersama dengan pasangannya, Jika sedang di luar, tak ingin pulang. Jika di rumah, ingin terus bertemu.

    -Kasihan laki-lakinya, harus menjemput dan mengantarnya.

    Dia seorang gadis yang ingin berpergian kemanapun dengan pasangannya. Berpergian mengunjungi tempat yang sudah ratusan kali mereka kunjungi.

    -Kasihan laki-lakinya, harus menahan rasa bosan agar si gadis senang.

    Dia seorang gadis yang cepat berubah perasaannya. Mudah tertawa dan sangatlah mudah baginya untuk sedih.

    -Kasihan laki-lakinya, harus menahan rasa sebal dan amarahnya.

    Dia seorang gadis yang hanya bisa menjawab 'terserah' ketika sedang mencari makan.

    -Kasihan laki-lakinya, harus memutar otak mencari tempat.


    Dia seorang gadis, hanyalah seorang gadis. 
    Yang ingin dituruti, ingin ditemani, ingin dimengerti.

    Dia seorang gadis.
    .
    .
    .
    .
    .
    Hanya seorang gadis.
    Continue Reading


    Hai. Saya Alvinia, biasa dipanggil Alvi sejak jadi mahasiswa.

    Saya orangnya polos, tidak mengerti apapun. Ada dua hal yang membuat saya seperti itu. Pertama, saya tidak ingin tahu dan kedua, saya tidak peduli.

    Mungkin, lamban atau sulit mengerti bisa menyelip di antara dua hal tersebut.

    Saya sedang bingung dan sedih.

    Pernah tidak kamu ada di posisi dimana ingin seseorang selalu ada di sampingmu? Melakukan hal yang kamu suka? Dan ketika orang tersebut tidak melakukan hal tersebut kamu jadi bingung untuk harus melakukan apa agar dia ada di sampingmu, mendengarkanmu? Jika iya, pasti kamu sedih.

    Saya ingin membuat dia menjadi seperti apa yang saya inginkan? Iya benar.
    Saya ingin dia mendengarkan saya? Iya benar.
    Saya ingin dia melakukan apa yang saya inginkan? Iya benar.
    Saya ingin dia melakukan hal yang bermanfaat, positif, dan baik untuk dia? Tentu.

    Saya egois? Iya, benar.

    Egois agar dia tetap ada di posisi yang baik untuk dirinya sendiri, bukan untuk temannya atau orang-orang tertentu.

    Saya hanya tidak ingin dia terlena dengan tawaran dari orang lain—yang mempunyai manfaat bagi orang tersebut?

    Orang itu memanfaatkan dia? Orang itu mengambil kesempatan? Orang itu jahat—kata anak kecil?

    Saya tidak tahu. Kali ini saya tidak mengerti akan maksud orang tersebut.

    Yang jelas, saya peduli dan menyayangi dia dan tidak ingin dia dimanfaatkan orang lain.



    - 11 Desember 2015, pukul 02.25 AM ditulis dengan mata sembab yang menyender di bantal dan dalam dekapan guling -
    Continue Reading
    Nama                         : Alvinia Yuliareza Gutomo
    NIM                            : 135120201111101
    Fakultas/Jurusan        : FISIP UB/Ilmu Komunikasi
    Mata Kuliah                : Sistem Komunikasi Indonesia
    Dosen Pengampu        : M. Irawan Saputra, S.I.Kom, M.I.Kom


    SISTEM PERS INDONESIA

    Sebelum membahas lebih jauh mengenai sistem pers di Indonesia, mari kita ulas dahulu sebenarnya yang dimaksud pers itu sendiri. Pers mempunyai arti mencetak, yang berdasarkan kata press. Istilah pers awalnya muncul ketika mesin cetak pertama kali ditemukan oleh J. Guttenberg. Kemudian pers diartikan sebagai lembaga atau orang yang bekerja di bidang penerbitan dan penyiaran (Mondry, 2008, h.18). Bidang penerbitan dan penyiaran tidak lain dan tidak bukan merupakan kegiatan jurnalistik. Seseorang yang melakukan kegiatan jurnalistik, yakni mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi, dapat disebut sebagai orang pers. Karena itu, pers merupakan lembaga yang tidak dapat berdiri sendiri. Pers berdiri di bawah control suatu Negara. Jika Negara dapat diibaratkan sebagai tubuh, maka pers ialah bagian dari mulut tubuh tersebut. Pers-lah yang akan berbicara dalam artian mengabarkan apa yang terjadi pada Negara itu.
                Dalam menjalankan tugasnya, pers tidak boleh melupakan fungsinya. Fungsi pers antara lain:
    1. Fungsi informative. Pers memberikan informasi yang cepat dan akurat kepada masyarakat. Peristiwa yang saat itu terjadi maka pers juga akan menyebarluaska informasi dari peristiwa tersebut saat itu juga (live) atau secepat mungkin, karena pada dasarnya sebuah berita sendiri mempunyai jangka waktu kapan disampaikan. Agar informasi yang disajikan dapat menarik perhatian khalayak, biasanya informasi tersebut dekat dengan masyarakat dan informasi yang memang sedang dibutuhkan oleh masyarakat. 
    2. Fungsi pendidikan. Dengan menonton atau mengonsumsi tayangan pers, maka khalayak akan bertambah pengetahuannya mengenai sesuatu hal. Maka dari itu, informasi yang disajikan harus mengandung pengetahuan juga. 
    3. Fungsi menghibur. Selain memberi informasi yang actual, pers juga akan mengimbanginya dengan informasi yang ringan. Dalam jurnalistik dikenal dengan istilah hard news dan soft news.
    4. Fungsi mempengaruhi. Dengan berita yang disampaikan dalam media massa, membuat khalayak percaya bahwa apa yang disampaikan oleh media massa tersebut benar adanya.
    Media massa menjadi satu-satunya sumber informasi yang diakses masyarakat sekarang ini, maka dari itu pers selayaknya menyajikan informasi yang sesuai dengan fungsinya di mata masyarakat.
    Di Indonesia, pers diartikan sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999, yakni:
    “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”
    Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa pers di Indonesia merupakan lembaga yang independen, pers tidak bekerja di bawah naungan pemerintah namun tetap dalam control badan pemerintahan sehingga apa yang disajikan ialah untuk pemenuhan kebutuhan informasi yang saat ini telah beragam wujudnya, tidak lagi cetak dan elektronik melainkan telah merambah ke dalam era digital. Dapat dilihat pula dalam UU no. 40 tahun 1999 bahwa sistem pers di Indonesia menganut sistem pers tanggungjawa sosial. Secara singkat diartikan sebagai pers yang bertanggungjawab kepada kepentingan masyarakat.
    Sistem pers tanggungjawab sosial (Social Responsibility) merupakan suatu alat yang digunakan untuk melayani masyarakat serta memberikan kontrol sosial bagi masyarakat dan pemerintah. Meski masing-masing badan media mempunyai aturan-aturan sendiri yang telah disepakati, pemerintah juga memberikan aturan secara umum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pers seperti yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan di atas. Sistem pers ini mempunyai asumsi bahwa pers harus bertanggungjawab dalam melaksanakan fungsi dan tugas yang dimilikinya. Sebenarnya, sistem pers tanggungjawab sosial merupakan pengembangan dari sistem pers sebelumnya, yakni sistem pers libertarian. Tugas pers menurut sistem tanggungjawab sosial setidaknya tercermin juga dengan apa yang diutarakan dalam sistem libertarian, yakni:
    1. Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. 
    2. Memberi penerangan pada masyarakat sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri. 
    3. Menjadi penjaga hak-hak perorangan dengan bertindak sebagai pengawas pemerintah.
    4. Melayani sistem ekonomi dengan mempertemukan pembeli dengan penjual barang dan jasa melalui medium periklanan. 
    5. Menyediakan hiburan. 
    6. Mengusahakan sendiri biaya sehingga bebas dari berbagai tekanan orang-orang atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.
    Namun, ada beberapa poin di atas yang menurut sistem pers tanggungjawab sosial benar-benar tidak diadopsi atau mengalami perkembangan, yaitu tidak hanya mempunyai kemampuan dalam bidang ekonomi saja, pada kenyataannya memang tetapi di sini ekonomi bukan menjadi syarat utama. Hal yang lebih diperhatikan ialah bagaimana pers melayani masyarakat dalam hal memberikan edukasi atau pencerahan dan juga mendukung Negara dalam melakukan demokrasi itu sendiri. Melayani sistem politik dalam artian, pers atau media tidak ingin menjadi budak di sebuah pemerintahan atau bahkan menjadi pemegang penuh kekuasaan Negara tetapi pers akan menyampaikan kepada khalayak bagaimana jalan sebuah Negara itu, kondisi sebuah Negara itu, pers tidak akan didominasi oleh pemerintahan manapun, pengabdian pers tidak lain tidak bukan ialah untuk masyarakat. Hiburan yang disajikan pun bukan semata-mata hiburan yang dapat mengocok perut  khalayak atau bahkan membuat khalayak berlomba-lomba untuk memanfaatkan hiburan tersebut, hiburan yang baik itulah yang disajikan. Baik dalam artian tetap mempertimbangkan bagaimana kondisi dari khalayak, tidak memberikan hiburan yang menjadikan salah satu pihak mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, sistem pers tanggungjawab sosial merupakan sistem pers yang baru bukan pengembangan dari sistem pers sebelumnya, yakni libertarian.
    Menurut Santana (2005) dikutip dalam buku Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik karya Mondry, ada beberapa factor yang mengidentikan sistem pers tanggungjawab sosial, yakni:
    1. Media menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakatnya. Kewajiban utama pers ialah menyebarluaskan informasi yang berdasarkan fakta, actual, dan dapat dipercaya kepada masyarakat. 
    2. Penetapan bentuk kewajiban berdasarkan standar profesi  tentang informasi, kebenaran, ketetapan, objektivitas, dan keseimbangan. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan berdasarkan nilai kebenaran, bukan diada-adakan. 
    3. Pelaksanaan kewajiban tersebut berdasarkan kerangka hukum dan kelembagaan yang ada.
    4. Penegasan pers untuk menghindari kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan etik dan agama dari kalangan minoritas. 
    5. Pers harus memiliki sifat pluralis, sesuai perbedaan di masyarakat, melalui kesamaan peluang untuk mengungkapkan sudut pandang dan hak jawab pada tiap warga atau kelompok di masyarakat. 
    6. Masyarakat dan public mengharapkan kerja dan produk pers dibatasi ukuran standar profesi sehingga kegiatan intervensi seperti itu dibenarkan demi kepentingan umum.
    7. Profesionalisme wartawan dan media bertanggungjawab terhadap masyarakat, “majikan”, dan pasar.
    Selain itu, kita tahu bahwa jika sistem ini diterapkan, maka tidak ada lagi pihak (pers, masyarakat, pemerintah) yang merasa dirugikan karena masyarakat bebas menyalurkan aspirasinya kepada pers dan pers mempunyai kewajiban untuk menyebarkan kehendak masyarakat itu sehingga akan berdampak pada Negara. Aspirasi yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan hanya kata biasa namun apa yang disampaikan oleh masyarakat pun harus mengedepankan nilai kebenaran. Media massa atau pers dimiliki oleh swasta atau pemerintah dapat mengambil alih jika digunakan untuk pelayanan masyarakat. Bisa saja pemerintah menggunakan pers sebagai alat untuk mencapai kepentingan salah satu pihak.
    Jika dilihat sekarang ini, di samping mengedepankan tanggungjawab sosial, pers di Indonesia juga menanamkan nilai yang ada pada sistem pers pembangunan (development). Pers di Indonesia tidak hanya memberitakan mengenai sis baik dari sebuah Negara, tapi juga ikut mengkritis bagaimana pemerintahan itu berjalan. Dalam artian bukan menjelek-jelekan sebuah Negara. Selain mengkritisi, pers juga ikut mengkaji dan mengevaluasi suatu pembangunan pemerintahan. Perlu ditekankan, pembangunan yang dimaksud dalam sistem ini tidak hanya pembangunan secara infrastruktur namun pembangunan yang dimaksud ialah sebuah perubahan dan pembaruan yang bersifat menyeluruh, mencakup seluruh segi kehidupan masyarakat demi meningkatkan kualitas dan kesejahteraan kehidupan masyarakat.
    Kenapa pers harus memberitakan mengenai pembangunan di sebuah Negara?
    Dengan bantuan pers yang memberitakannya, maka pembangunan tersebut dapat berjalan karena tanpa adanya penyebaran informasi dan menyadarkan, pembangunan tidak berjalan seimbang, masyarakat juga harus mengetahui pembangunan yang sedang dijalani itu seperti apa.  
    Menurut McQuail (dalam Mondry, 2008) menyampaikan indikasi dalam sistem pers pembangunan, antara lain:
    1. Media menjadi penerima dan pelaksana tugas pembangunan yang ditetapkan secara nasional. 
    2. Kebebasan media dibatasi dalam prioritas ekonomi dan kebutuhan pembangunan masyarakat. 
    3. Media memprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional. 
    4. Memprioritaskan informasi bagi Negara sedang berkembang lain yang segeografis, kebudayaan, atau politik. 
    5. Wartawan dan karyawan media dalam tugasnya memiliki tanggungjawab dan kebebasan mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi. 
    6. Dengan dasar kepentingan pembangunan, Negara memiliki hak campur tangan dalam dan atau membatasi, mengoperaskan media serta penyensoran, subsidi, dan pengendalian langsung.



    Daftar Pustaka
    Mondry. (2008). Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia

    Continue Reading
    Nama                          : Alvinia Yuliareza Gutomo
    NIM                            : 135120201111101
    Mata Kuliah                : Metode Penelitian Komunikasi Kuantitatif
    Kelas                           : A-4 Ilmu Komunikasi
    Dosen Pengampu        : Rachmat Kriyantono, Ph.D



    VALIDITAS DAN RELIABILITAS, AGENDA SETTING DAN USES AND GRATIFICATIONS, ANALISIS ISI


    Validitas dan Reliabilitas
                Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, diperlukan sebuah instrumen. Instumen mempunyai definisi sebagai sebuah alat yang dapat membantu peneliti untuk mendapatkan data di lapangan. Salah satu bentuk instrumen ialah kuesioner. Kuesioner biasanya berisi beberapa pertanyaan yang telah dibuat dan disusun oleh peneliti dan akan diisi oleh responden. Di sini, tugas seorang responden ialah merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh si peneliti. Sesuai dengan namanya, responden hanya akan merespon saja.
    Dalam pembuatan kuesioner, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentunya tidak sembarang pertanyaan yang asal dibuat oleh si peneliti. Pertanyaan harus sesuai dengan permasalahan yang dicari oleh si peneliti. Salah satu contohnya seperti yang dijelaskan oleh Dosen saya, Rachmat Kriyantono, Ph.D, bahwa dalam merumuskan kuesioner dapat melalui penjabaran variabel dan indikator. Variabel yang akan diteliti ini siapa dan juga apa yang akan diteliti dari variabel ini. Dari deskrips indikator itulah dapat ditarik pernyataan atau pertanyaan yang dapat ditulis dalam kuesioner. Tidak ada seorang peneliti yang menginginkan datanya tidak valid atau tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu, instrument harus dibuat sebaik mungkin agar tujuan peneliti dapat tercapai sehingga data yang terkumpul sesuai dengan yang diinginkan.
    Dalam menguji data tersebut harus valid, artinya data dari responden sesuai atau tepat dengan data dari peneliti, ada kesamaan data. Maka validitas diperlukan agar mengetahui apakah alat ukur atau pengukuran peneliti sesuai dengan objek yang akan diteliti atau tidak. Apakah tujuan si peneliti sesuai dengan apa yang peneliti sampaikan atau tidak. Selain harus valid, dalam mengumpulkan data juga harus reliable, artinya alat ukur secara konsisten memberikan hasil atau jawaban yang sama terhadap gejala yang sama, walau digunakan berulang kali (Kriyantono, 2006, h.145). Ketika hasil dari peneliti menunjukan hasil A dan ada seorang peneliti lain melakukan pengujian data yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya, maka data yang terkumpul juga akan menyatakan A. Kenapa? Karena objek yang diteliti sama, apa yang akan dikaji sama dan alat ukur yang digunakan pun sama jadi hasilnya tentu menunjukkan hal yang sama pula, artinya alat ukur tersebut reliable.
    Berikut contoh instrument mengenai validitas dan reliabilitas:
    Permasalahan            : “Apakah ada hubungan antara sikap pemilih pemula terhadap partai politik dengan sikap orang tua terhadap partai politik?”

    Instrument                 : Sikap orang tua saya terhadap PAN? a)SS  b)S  c)CS  d)TS  e)STS

    Sampel                        : 100 siswa SMU
                Menurut saya, intrumen tersebut tidak valid atau dapat dikatakan tidak dapat mengukur apa yang peneliti inginkan. Kenapa? Mari kita ulas satu per satu.
                Pertama, kita lihat permasalahan yang diajukan. Permasalahan tersebut mencoba mengungkapkan bagaimana sikap orang tua terhadap partai politik. Sikap dari orang tua tersebut akan mempengaruhi sikap pada anaknya terhadap partai politik. Yang ingin dicari ialah sikap dari orang tua itu sendiri yang seperti apa. Kedua, kita lihat instrumennya. Pertanyaan tersebut ditujukan kepada si anak, bukan kepada si orang tua. Inilah mengapa instrument ini tidak valid. Seharusnya, yang diteliti ialah orang tua karena si peneliti tersebut ingin mengetahui bagaimana sikap orang tua. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, yang ditanya justru si anak. Si anak tentu tidak mengerti bagaimana sikap orang tuanya terhadap partai PAN, yang mengerti ialah orang tua itu sendiri. Maka data yang nantinya terkumpul dengan data yang dinginkan peneliti tidak ada kecocokan. Pertanyaan yang diajukan sebaiknya, “Sikap saya terhadap PAN?” yang ditujukan kepada orang tua. Dengan begitu dapat diketahui bagaimanakah sikap orang tua tersebut terhadap partai politik. Ketiga, sampel seharusnya orang tua dan si anak, tidak hanya si anak saja. Dengan begitu akan dapat diketahui bagaimana sikap orang tua dan sikap si anak itu sendiri.

    Agenda setting theory dan Uses and Gratifications
                Beberapa riset dalam komunikasi tidak sedikit yang menyangkut pautkan hubungannya dengan media. Peneliti berusaha menguji atau menerapkan suatu teori yang berhubungan dengan media dan khalayak. Sejak kehadiran media, banyak tokoh-tokoh di dunia yang menyumbangkan ide dan pemikirannya mengenai pengaruh dari media, khususnya media massa dalam bentuk cetak maupun elektronik. Bahkan sekarang yang berkembang ialah era media digital. Teori seperti Agenda Setting atau Uses and Gratification telah dikemukakan beberapa praktis dalam hasil analisis atau penelitiannya.
                Agenda setting theory ialah penentuan informasi atau berita yang dilakukan oleh media dalam menyebarluaskannya pada masyarakat. Media akan menentukan isu-isu tertentu yang akan membuat masyarakat dengan hangat membicarakannya. Sederhananya, dari yang saya pahami, Teori Agenda Setting ialah apa yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting juga oleh khalayak. Media mempunyai kekuatan untuk mengarahkan masyarakat mengenai apa yang akan mereka bicarakan. Kenapa? Karena masyarakat telah tertanam benaknya bahwa apa yang disajikan oleh media itulah kebenarannya. Menurut saya, dengan kita memahami fenomena di masyarakat dengan menggunakan Teori Agenda Setting dapat mengetahui sebenarnya teori ini terbukti atau tidak pada seluruh lapisan masyarakat. Anggap saja semua warga Indonesia mengkonsumsi media yang sama, contohnya televisi. Menurut teori ini, ketika masyarakat menonton televise yang menyajikan suatu fenomena maka masyarakat tersebut akan membicarakan fenomena yang sama dengan yang ditayangkan oleh televise. Namun menurut saya, hal tersebut berlaku pada tatanan atau kelompok masyarakat saja, contohnya kalangan pekerja kantor ikut membicarakan atau mendiskusikan berita yang ditayangkan oleh televise tapi ternyata di sisi lain, kalangan mahasiswa tidak membicarakannya karena alasan tertentu. Maka isu yang telah dianggap penting oleh media tidak sedang dianggap penting oleh khalayak. Hal lain mengapa perlu melakukan analisis atau penelitian tentang teori ini karena dapat mengukur bagaimana sebuah media melakukan agenda tersebut. Dalam pemberitaannya media pasti tidak akan sembarangan dalam menentukan sebuah isu atau fenomena yang lebih ditonjolkan, akan ada alasan-alasan tertentu mengapa media itu mengangkat hal tersebut. Dalam istilahnya ada yang disebut dengan framing. Media menentukan isu mana yang lebih disorot daripada isu yang lain. Di sinilah prosesnya mengapa media itu mampu mengarahkan opini masyarakat.
                Uses and gratifications mengungkapkan bahwa masyarakat tidak semata-mata mengkonsumsi media, tetapi ada motif atau alasan-alasan tertentu mengapa masyarakat mengkonsums media tersebut. Dengan kata lain, ketika masyarakat sadar bahwa ia sedang membutuhkan media maka mereka akan mengkonsumsi media. Contohnya, masyarakat menonton televise untuk mencari sebuah hibura segar, maka ketika televise itu menyajikan hal yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut, media dianggap mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Ada sebuah harapan dan ada rasa kepuasan. Harapan muncul ketika masyarakat sadar bahwa mereka sedang membutuhkan media dan kepuasan muncul ketika media tersebut telah menyajikan hal yang dirasa cukup bagi masyarakat. Konsep munculnya teori ini (Kriyantono, 2006, h.208) berawal dari adanya kebutuhan masyarakat secara psikologis dan sosial yang menimbulkan sebuah harapan akan suatu media tertentu. Masyarakat mempunyai sebuah ekspektasi akan media yang akan dipilihnya sehingga ketika telah mengkonsumsi media itu, selain akan berakibat pada pemenuhan kebutuhannya juga akan berakibat lain (yang diinginkan atau yang tidak diinginkan oleh masyarakat).
    Dalam melakukan penelitian dengan kedua teori di atas, hal yang perlu dilakukan ialah (Kriyantono, 2006, h.228-229) menentukan permasalahan yang akan diteliti; dalam memulai sebuah penelitian, tentunya hal pertama yang perlu dipikirkan ialah mencari permasalahan, kenapa si peneliti perlu untuk meneliti suatu fenomena tersebut. Kedua, membuat sebuah kerangka pemikiran; menentukan kerangka konseptual untuk menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya, contohnya menghasilkan sebuah hipotesis teoritis yang membuat si peneliti dapat menjawab permasalahan tersebut sebelum terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data, jadi hipotesis riset belum cukup mampu untuk diuji. Ketiga, menentukan metode, populasi dan sampel, metode pengukuran; dalam langkah ini peneliti akan menentukan variabel dan definisi operasional juga pengoperasionalan konsep. Keempat, merumuskan hipotesis riset; bedanya dengan hipotesis teoritis ialah dengan adanya hipotesis ini bisa langsung diukur, hipotesis riset dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Kelima, melakukan pengumpulan data; dalam metode ini tergantung dari jenis pendekatan yang dipilih oleh peneliti, biasanya yang dilakukan oleh peneliti kuantitatif ialah melalui penyebaran kuesioner dan wawancara, sedangkan peneliti kualitatif dengan cara observasi. Terakhir, menentukan metode analisis; melihat dari penentuan permasalahan, apakah termasuk dalam jenis eksploratif, deskriptif, eksplanatif atau evaluative.

    Analisis Isi Kuantitatif
    Menurut Budd (1967) memaparkan bahwa suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih (dikutip dari Kriyantono, 2012, h.232-233). Di dalam analisis isi menjelaskan gambaran mengenai isi komunikasi yang disampaikan oleh komunikator yang disusun secara sistematis. Analisis isi mempunyai empat prinsip (Kriyantono, 2012, h.233) yang menjelaskan definisi di atas, antara lain
    • Prinsip sistematik. Penjelasan mengenai keseluruhan isi yang diteliti, tidak hanya menjelaskan yang menjadi perhatian si periset saja. Semua isi di dalamnya dianalisis dengan porsi yang sama.
    • Prinsip objektif. Dari namanya saja dapat diartikan bahwa dalam menganalisis tidak bergantung pada si periset, namun analisis yang digunakan harus sama rata, meski risetnya berbeda tetapi jika menggunakan prosedur yang sama maka hasil risetnya pun sama.
    • Prinsip kuantitatif. Menggunakan bilangan-bilangan atau angka-angka yang merepresentasikan isi yang dianalisis.
    • Prinsip isi yang nyata. Analisis yang dilakukan berdasarkan prinsip keempat ini ialah isi yang nampak itulah yang dijelaskan.

    Berikut tahapan dalam analisis isi kuantitatif (Kriyantono, 2012, h.236):
    1.        Merumuskan masalah.
    Dalam melakukan penelitian, perumusan masalah merupakan sesuatu hal yang wajib dilakukan karena agar periset mengetahui apa yang akan diteliti dan masalah-masalah apa yang muncul dalam kajian penelitian. Ada kategorisasi yang dilakukan, yakni merumuskan masalah yang berawal dari konsep-konsep yang kemudian dioperasionalisasikan.
    2.      Menyusun kerangka konseptual.
    Di dalam penelitian deksriptif disusun satu konsep dan dalam peneltian eksplanatif disusun lebih dari satu konsep. Penelitan yang menggunakan satu konsep, periset perlu untuk menjelaskan mengenai isi yang diteliti, berbeda dengan penelitian yang menggunakan lebih dari satu konsep, periset harus mengaitkan konsep dengan teori yang telah dipilih.
    3.      Menyusun metodologi.
    Dalam menyusun kerangka metodologi, konsep yang telah ditentukan dirumuskan menjadi sebuah pengukuran dengan menggunakan indikator terkait. Setelah itu yang dilakukan ialah menentukan unit analisis; tematik, fisik, referens, sintaksis; variabel yang telah dikategorisasi selanjutnya harus dibuktikan melalui uji reliabilitas. Setelah menentukan variabel maka yang harus dilakukan ialah mencari jumlah populasi dan sampel yang akan diteliti, metode yang digunakan pun dapat dilihat apakah melalui dengan bantuan kuesioner atau melalui wawancara. Karena analisis isi kuantitatif berupa angka-angka maka diperlukan uji statistic yang bisa menggunakan table frekuensi atau table silang. Terakhir ialah analisis dan interpretasi data.
    Analisis isi kualitatif
    Fokus dalam analisis isi kualitatif ialah pada isi pesan yang nampak, tidak pada pesan yang tersirat. Analisis yang diperlukan harus mendalam dan mendetail untuk memahami isi media serta dihubungkannya dengan realitas yang ada. Sama seperti penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif juga sistematis tetapi tidak se-kaku penelitian kuantitatif. Periset diharapkan bersikap kritis terhadap menanggapi realitas yang ada.
    Berikut tahapan yang diperlukan dalam penelitian analisis isi kualitatif (Kriyantono, 2012, h.253):
    • Mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam kajian penelitian,
    • Melibatkan diri dalam proses pencarian sumber informasi.
    • Melakukan unit analisis dengan mencari bukti-bukti atau dokumen dari penelitian terkait yang dapat mendukung periset dalam melakukan penelitian.
    • Melakukan pengumpulan data atau protokol.
    • Data-data yang telah terkumpul diuji dan menghubungkannya dengan bukti atau dokumen yang telah dicari.
    • Melakukan revisi protokol yang awalnya hanya sebatas kasaran, kini diperhalus dengan menyeleksi kasus atau bukti yang terkumpul.
    • Menentukan teknik sampling.
    • Periset terlibat dengan konsep, relevansi-relevansi, pengembangan proses dari protokol, dan logika internal terhadap kategorisasi dan pengembangan analisis selanjutnya.
    • Melakukan analisis data.



    Daftar Pustaka:
    Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Follow Me

    Follow @alviniagutomo

    Labels

    Event Holiyay! Ilmu Komunikasi Random thoughts

    Blog Archive

    • ►  2021 (1)
      • ►  January (1)
    • ►  2020 (1)
      • ►  January (1)
    • ►  2019 (5)
      • ►  October (1)
      • ►  September (1)
      • ►  August (1)
      • ►  February (1)
      • ►  January (1)
    • ►  2018 (7)
      • ►  November (2)
      • ►  October (2)
      • ►  September (2)
      • ►  January (1)
    • ►  2017 (5)
      • ►  November (1)
      • ►  September (1)
      • ►  April (2)
      • ►  February (1)
    • ►  2016 (8)
      • ►  December (1)
      • ►  October (1)
      • ►  August (1)
      • ►  July (1)
      • ►  June (2)
      • ►  May (1)
      • ►  January (1)
    • ▼  2015 (5)
      • ▼  December (3)
        • The moment we're lost and found.
        • Dia gadis
        • Iya, semua memang benar.
      • ►  March (2)
        • [Essay SKI] SISTEM PERS INDONESIA
        • MPKK: Validitas dan Reliabilitas, Agenda Setting d...
    • ►  2014 (1)
      • ►  August (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  March (1)
      • ►  January (1)
    • ►  2012 (1)
      • ►  December (1)

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top