MPKK: Validitas dan Reliabilitas, Agenda Setting dan Uses and Gratifications, Analisis Isi
6:46 am
Nama :
Alvinia Yuliareza Gutomo
NIM :
135120201111101
Mata Kuliah :
Metode Penelitian Komunikasi Kuantitatif
Kelas :
A-4 Ilmu Komunikasi
Dosen Pengampu :
Rachmat Kriyantono, Ph.D
VALIDITAS DAN RELIABILITAS, AGENDA
SETTING DAN USES AND GRATIFICATIONS, ANALISIS ISI
Validitas dan
Reliabilitas
Dalam penelitian yang
menggunakan pendekatan kuantitatif, diperlukan sebuah instrumen. Instumen
mempunyai definisi sebagai sebuah alat yang dapat membantu peneliti untuk
mendapatkan data di lapangan. Salah satu bentuk instrumen ialah kuesioner.
Kuesioner biasanya berisi beberapa pertanyaan yang telah dibuat dan disusun
oleh peneliti dan akan diisi oleh responden. Di sini, tugas seorang responden
ialah merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh si
peneliti. Sesuai dengan namanya, responden hanya akan merespon saja.
Dalam pembuatan kuesioner,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentunya tidak sembarang pertanyaan yang
asal dibuat oleh si peneliti. Pertanyaan harus sesuai dengan permasalahan yang
dicari oleh si peneliti. Salah satu contohnya seperti yang dijelaskan oleh
Dosen saya, Rachmat Kriyantono, Ph.D, bahwa dalam merumuskan kuesioner dapat
melalui penjabaran variabel dan indikator. Variabel yang akan diteliti ini
siapa dan juga apa yang akan diteliti dari variabel ini. Dari deskrips
indikator itulah dapat ditarik pernyataan atau pertanyaan yang dapat ditulis
dalam kuesioner. Tidak ada seorang peneliti yang menginginkan datanya tidak
valid atau tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu,
instrument harus dibuat sebaik mungkin agar tujuan peneliti dapat tercapai
sehingga data yang terkumpul sesuai dengan yang diinginkan.
Dalam menguji data tersebut harus
valid, artinya data dari responden sesuai atau tepat dengan data dari peneliti,
ada kesamaan data. Maka validitas diperlukan agar mengetahui apakah alat ukur
atau pengukuran peneliti sesuai dengan objek yang akan diteliti atau tidak.
Apakah tujuan si peneliti sesuai dengan apa yang peneliti sampaikan atau tidak.
Selain harus valid, dalam mengumpulkan data juga harus reliable, artinya alat
ukur secara konsisten memberikan hasil atau jawaban yang sama terhadap gejala
yang sama, walau digunakan berulang kali (Kriyantono, 2006, h.145). Ketika
hasil dari peneliti menunjukan hasil A dan ada seorang peneliti lain melakukan
pengujian data yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya, maka data yang
terkumpul juga akan menyatakan A. Kenapa? Karena objek yang diteliti sama, apa
yang akan dikaji sama dan alat ukur yang digunakan pun sama jadi hasilnya tentu
menunjukkan hal yang sama pula, artinya alat ukur tersebut reliable.
Berikut contoh instrument mengenai
validitas dan reliabilitas:
Permasalahan : “Apakah ada hubungan antara
sikap pemilih pemula terhadap partai politik dengan sikap orang tua terhadap
partai politik?”
Instrument :
Sikap orang tua saya terhadap PAN? a)SS
b)S c)CS d)TS
e)STS
Sampel : 100 siswa SMU
Menurut
saya, intrumen tersebut tidak valid atau dapat dikatakan tidak dapat mengukur
apa yang peneliti inginkan. Kenapa? Mari kita ulas satu per satu.
Pertama, kita lihat permasalahan yang
diajukan. Permasalahan tersebut mencoba mengungkapkan bagaimana sikap orang tua
terhadap partai politik. Sikap dari orang tua tersebut akan mempengaruhi sikap
pada anaknya terhadap partai politik. Yang ingin dicari ialah sikap dari orang
tua itu sendiri yang seperti apa. Kedua,
kita lihat instrumennya. Pertanyaan tersebut ditujukan kepada si anak, bukan
kepada si orang tua. Inilah mengapa instrument ini tidak valid. Seharusnya,
yang diteliti ialah orang tua karena si peneliti tersebut ingin mengetahui
bagaimana sikap orang tua. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, yang ditanya
justru si anak. Si anak tentu tidak mengerti bagaimana sikap orang tuanya
terhadap partai PAN, yang mengerti ialah orang tua itu sendiri. Maka data yang
nantinya terkumpul dengan data yang dinginkan peneliti tidak ada kecocokan.
Pertanyaan yang diajukan sebaiknya, “Sikap saya terhadap PAN?” yang ditujukan
kepada orang tua. Dengan begitu dapat diketahui bagaimanakah sikap orang tua
tersebut terhadap partai politik. Ketiga,
sampel seharusnya orang tua dan si anak, tidak hanya si anak saja. Dengan
begitu akan dapat diketahui bagaimana sikap orang tua dan sikap si anak itu
sendiri.
Agenda setting theory dan Uses
and Gratifications
Beberapa
riset dalam komunikasi tidak sedikit yang menyangkut pautkan hubungannya dengan
media. Peneliti berusaha menguji atau menerapkan suatu teori yang berhubungan
dengan media dan khalayak. Sejak kehadiran media, banyak tokoh-tokoh di dunia
yang menyumbangkan ide dan pemikirannya mengenai pengaruh dari media, khususnya
media massa dalam bentuk cetak maupun elektronik. Bahkan sekarang yang
berkembang ialah era media digital. Teori seperti Agenda Setting atau Uses and
Gratification telah dikemukakan beberapa praktis dalam hasil analisis atau
penelitiannya.
Agenda setting theory ialah penentuan
informasi atau berita yang dilakukan oleh media dalam menyebarluaskannya pada
masyarakat. Media akan menentukan isu-isu tertentu yang akan membuat masyarakat
dengan hangat membicarakannya. Sederhananya, dari yang saya pahami, Teori
Agenda Setting ialah apa yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting
juga oleh khalayak. Media mempunyai kekuatan untuk mengarahkan masyarakat
mengenai apa yang akan mereka bicarakan. Kenapa? Karena masyarakat telah
tertanam benaknya bahwa apa yang disajikan oleh media itulah kebenarannya. Menurut
saya, dengan kita memahami fenomena di masyarakat dengan menggunakan Teori
Agenda Setting dapat mengetahui sebenarnya teori ini terbukti atau tidak pada
seluruh lapisan masyarakat. Anggap saja semua warga Indonesia mengkonsumsi
media yang sama, contohnya televisi. Menurut teori ini, ketika masyarakat
menonton televise yang menyajikan suatu fenomena maka masyarakat tersebut akan
membicarakan fenomena yang sama dengan yang ditayangkan oleh televise. Namun
menurut saya, hal tersebut berlaku pada tatanan atau kelompok masyarakat saja,
contohnya kalangan pekerja kantor ikut membicarakan atau mendiskusikan berita
yang ditayangkan oleh televise tapi ternyata di sisi lain, kalangan mahasiswa
tidak membicarakannya karena alasan tertentu. Maka isu yang telah dianggap
penting oleh media tidak sedang dianggap penting oleh khalayak. Hal lain
mengapa perlu melakukan analisis atau penelitian tentang teori ini karena dapat
mengukur bagaimana sebuah media melakukan agenda tersebut. Dalam pemberitaannya
media pasti tidak akan sembarangan dalam menentukan sebuah isu atau fenomena
yang lebih ditonjolkan, akan ada alasan-alasan tertentu mengapa media itu
mengangkat hal tersebut. Dalam istilahnya ada yang disebut dengan framing. Media menentukan isu mana yang
lebih disorot daripada isu yang lain. Di sinilah prosesnya mengapa media itu
mampu mengarahkan opini masyarakat.
Uses and gratifications mengungkapkan
bahwa masyarakat tidak semata-mata mengkonsumsi media, tetapi ada motif atau
alasan-alasan tertentu mengapa masyarakat mengkonsums media tersebut. Dengan
kata lain, ketika masyarakat sadar bahwa ia sedang membutuhkan media maka
mereka akan mengkonsumsi media. Contohnya, masyarakat menonton televise untuk
mencari sebuah hibura segar, maka ketika televise itu menyajikan hal yang
dibutuhkan oleh masyarakat tersebut, media dianggap mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Ada sebuah harapan dan ada rasa kepuasan. Harapan muncul ketika
masyarakat sadar bahwa mereka sedang membutuhkan media dan kepuasan muncul
ketika media tersebut telah menyajikan hal yang dirasa cukup bagi masyarakat.
Konsep munculnya teori ini (Kriyantono, 2006, h.208) berawal dari adanya kebutuhan
masyarakat secara psikologis dan sosial yang menimbulkan sebuah harapan akan
suatu media tertentu. Masyarakat mempunyai sebuah ekspektasi akan media yang
akan dipilihnya sehingga ketika telah mengkonsumsi media itu, selain akan
berakibat pada pemenuhan kebutuhannya juga akan berakibat lain (yang diinginkan
atau yang tidak diinginkan oleh masyarakat).
Dalam melakukan penelitian dengan
kedua teori di atas, hal yang perlu dilakukan ialah (Kriyantono, 2006, h.228-229)
menentukan permasalahan yang akan diteliti; dalam memulai sebuah penelitian,
tentunya hal pertama yang perlu dipikirkan ialah mencari permasalahan, kenapa
si peneliti perlu untuk meneliti suatu fenomena tersebut. Kedua, membuat sebuah
kerangka pemikiran; menentukan kerangka konseptual untuk menjawab permasalahan
yang telah ditentukan sebelumnya, contohnya menghasilkan sebuah hipotesis
teoritis yang membuat si peneliti dapat menjawab permasalahan tersebut sebelum
terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data, jadi hipotesis riset belum cukup
mampu untuk diuji. Ketiga, menentukan metode, populasi dan sampel, metode
pengukuran; dalam langkah ini peneliti akan menentukan variabel dan definisi
operasional juga pengoperasionalan konsep. Keempat, merumuskan hipotesis riset;
bedanya dengan hipotesis teoritis ialah dengan adanya hipotesis ini bisa
langsung diukur, hipotesis riset dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Kelima, melakukan pengumpulan data; dalam metode ini tergantung dari jenis
pendekatan yang dipilih oleh peneliti, biasanya yang dilakukan oleh peneliti
kuantitatif ialah melalui penyebaran kuesioner dan wawancara, sedangkan
peneliti kualitatif dengan cara observasi. Terakhir, menentukan metode
analisis; melihat dari penentuan permasalahan, apakah termasuk dalam jenis
eksploratif, deskriptif, eksplanatif atau evaluative.
Analisis Isi
Kuantitatif
Menurut Budd (1967) memaparkan
bahwa suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan
atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi
yang terbuka dari komunikator yang dipilih (dikutip dari Kriyantono, 2012,
h.232-233). Di dalam analisis isi menjelaskan gambaran mengenai isi komunikasi
yang disampaikan oleh komunikator yang disusun secara sistematis. Analisis isi
mempunyai empat prinsip (Kriyantono, 2012, h.233) yang menjelaskan definisi di
atas, antara lain
- Prinsip sistematik. Penjelasan mengenai keseluruhan isi yang diteliti, tidak hanya menjelaskan yang menjadi perhatian si periset saja. Semua isi di dalamnya dianalisis dengan porsi yang sama.
- Prinsip objektif. Dari namanya saja dapat diartikan bahwa dalam menganalisis tidak bergantung pada si periset, namun analisis yang digunakan harus sama rata, meski risetnya berbeda tetapi jika menggunakan prosedur yang sama maka hasil risetnya pun sama.
- Prinsip kuantitatif. Menggunakan bilangan-bilangan atau angka-angka yang merepresentasikan isi yang dianalisis.
- Prinsip isi yang nyata. Analisis yang dilakukan berdasarkan prinsip keempat ini ialah isi yang nampak itulah yang dijelaskan.
Berikut tahapan dalam analisis
isi kuantitatif (Kriyantono, 2012, h.236):
1.
Merumuskan masalah.
Dalam melakukan penelitian,
perumusan masalah merupakan sesuatu hal yang wajib dilakukan karena agar
periset mengetahui apa yang akan diteliti dan masalah-masalah apa yang muncul
dalam kajian penelitian. Ada kategorisasi yang dilakukan, yakni merumuskan
masalah yang berawal dari konsep-konsep yang kemudian dioperasionalisasikan.
2.
Menyusun kerangka konseptual.
Di dalam penelitian deksriptif
disusun satu konsep dan dalam peneltian eksplanatif disusun lebih dari satu
konsep. Penelitan yang menggunakan satu konsep, periset perlu untuk menjelaskan
mengenai isi yang diteliti, berbeda dengan penelitian yang menggunakan lebih
dari satu konsep, periset harus mengaitkan konsep dengan teori yang telah
dipilih.
3.
Menyusun metodologi.
Dalam menyusun kerangka
metodologi, konsep yang telah ditentukan dirumuskan menjadi sebuah pengukuran
dengan menggunakan indikator terkait. Setelah itu yang dilakukan ialah
menentukan unit analisis; tematik, fisik, referens, sintaksis; variabel yang
telah dikategorisasi selanjutnya harus dibuktikan melalui uji reliabilitas. Setelah
menentukan variabel maka yang harus dilakukan ialah mencari jumlah populasi dan
sampel yang akan diteliti, metode yang digunakan pun dapat dilihat apakah
melalui dengan bantuan kuesioner atau melalui wawancara. Karena analisis isi
kuantitatif berupa angka-angka maka diperlukan uji statistic yang bisa
menggunakan table frekuensi atau table silang. Terakhir ialah analisis dan
interpretasi data.
Analisis isi
kualitatif
Fokus dalam analisis isi
kualitatif ialah pada isi pesan yang nampak, tidak pada pesan yang tersirat. Analisis
yang diperlukan harus mendalam dan mendetail untuk memahami isi media serta
dihubungkannya dengan realitas yang ada. Sama seperti penelitian kuantitatif,
penelitian kualitatif juga sistematis tetapi tidak se-kaku penelitian
kuantitatif. Periset diharapkan bersikap kritis terhadap menanggapi realitas
yang ada.
Berikut tahapan yang diperlukan
dalam penelitian analisis isi kualitatif (Kriyantono, 2012, h.253):
- Mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam kajian penelitian,
- Melibatkan diri dalam proses pencarian sumber informasi.
- Melakukan unit analisis dengan mencari bukti-bukti atau dokumen dari penelitian terkait yang dapat mendukung periset dalam melakukan penelitian.
- Melakukan pengumpulan data atau protokol.
- Data-data yang telah terkumpul diuji dan menghubungkannya dengan bukti atau dokumen yang telah dicari.
- Melakukan revisi protokol yang awalnya hanya sebatas kasaran, kini diperhalus dengan menyeleksi kasus atau bukti yang terkumpul.
- Menentukan teknik sampling.
- Periset terlibat dengan konsep, relevansi-relevansi, pengembangan proses dari protokol, dan logika internal terhadap kategorisasi dan pengembangan analisis selanjutnya.
- Melakukan analisis data.
Daftar Pustaka:
Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
0 komentar