Credit to Janko Ferlic |
"Mbak, islam kan ya? Kok nggak pakai kerudung?"
Sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh mbak-mbak kuliahan lengkap dengan gamis tertutup. Hampir semua orang mengira aku non-muslim karena wajahku yang Chinese. Begitu tahu aku muslim, beberapa di antaranya minta maaf tapi lainnya melontarkan ceramah seperti pertanyaan di atas. Tenang, itu baru kalimat pembukanya.
Emang pahala kok kalau ngajak kebaikan dan saling mengingatkan. Tapi kalau nodong? Apa dapat pahala juga?
Hng. Nggak tau deh, aku bukan Tuhan.
Kalau pertanyaannya, apakah wanita Islam harus berkerudung? Iya, karena salah satu perintah Rasulullah.
Tapi, apakah wanita Islam yang belum berkerudung harus 'dipaksa' untuk berkerudung? Enggak dong.
Jangan sampai nih kerudung jadi 'alat' buat ngehakimin orang. Kerudung nggak bisa jadi tolak ukur tingkat keimanan orang. Lantas gimana dong sama cewek yang belum berkerudung karena tuntutan pekerjaan, misalnya. Masa iya mereka harus merelakan sumber mata uangnya?
"Rejeki nggak akan kemana, sudah janji Allah", kata si mbaknya lagi.
Bener, mbak. Tapi, nggak boleh juga dong ngebuang rejeki yang sudah dikasih?
Dari sini, aku jadi semakin bertanya-tanya dan keheranan. Ada ya orang yang 'berani' buat bilangin seorang cewek untuk (harus) pakai kerudung. Ya tentunya kerudung emang bukan hal yang tabu, balik lagi—jangan sampai kerudung dijadikan tolak ukur keimanan orang.
Terus, apakah perlu menanyakan keimanan orang lain? Apakah perlu untuk tahu sudah berapa banyak pahala orang?
Kenapa sih kehidupan spiritual orang itu perlu ditanyakan?